Thursday, June 17, 2010

Tepung Mocaf Akan Gantikan Terigu

Singkong yang awalnya banyak diremehkan kini dilirik banyak kalangan, setelah doktor pangan dari Universitas Jember Achmad Subagio memperkenalkan teknologi modified cassava flour (mocaf), beberapa tahun terakhir ini. Makanan orang desa yang punya nama cassava itu mulai menjadi pilihan untuk bahan aneka kue dan alternatif pengganti terigu impor.

Berbeda dengan tepung tapioka yang lebih sederhana pembuatannya, produksi tepung mocaf menggunakan fermentasi, sehingga aroma apek atau bau singkong nyaris tak ada lagi.

Tepung mocaf memiliki kekentalan dan elastisitas adonan yang tinggi, sehingga bisa dijadikan bahan aneka panganan, kue brownis, hingga campuran pada produk mi. Kandungan karbohidratnya pun lebih tinggi.

Harganya lebih tinggi sehingga menguntungkan bagi industri dan bisa mengangkat harga singkong petani. Harga jual tepung mocaf saat ini rata-rata Rp4.000 per kg, adapun tapioka yang umumnya hanya untuk bahan krupuk itu hanya Rp3.200 per kg.

Tak heran CV Insan Sejahtera, Trenggalek, produsen tapioka dan tepung onggok (ampas tapioka) yang didirikan pada Mulyono Ibrahim pada 2006, mulai beralih memproduksi mocaf pada 2007.

Permintaan yang luas terhadap tepung mocaf membuat Insan Sejahtera terus menambah kapasitas produksinya hingga saat ini mencapai 110 ton per bulan, untuk melayani pasar Trenggalek, Tulungagung, hingga Kediri.

Mulyono mendapat pembiayaan BNI Syariah senilai Rp250 juta, untuk investasi mesin penggiling, dan pengembangan 19 klaster petani.

Insan Sejahtera juga menggandeng 600-an petani lain yang tergabung dalam 60 klaster di bawah koordinasi Koperasi Gemah Ripah Loh Jinawi. “Dengan asumsi kebutuhan bahan baku tiga kali dari mocaf maka dibutuhkan singkong 330 ton per bulan,” katanya.

Sebelum ada tepung mocaf singkong petani dihargai Rp100 per kg tetapi kini menjadi minimal Rp450 per kg.

Harga yang lebih bagus inilah yang membuat lembaga pembiayaan mulai melirik petani. PT Permodalan Nasional Madani (PNM) adalah salah satunya.

Dani Dityawan, Deputi Jasa Manajemen dan Kemitraan PT PNM, mengatakan membiayai petani singkong melalui koperasi sebagai lembaga channeling dengan sistem syariah. Satu hektare areal dibutuhkan pembiayaan Rp4 jutaan.

Pembiayaan petani singkong ini dilakukan secara terintegrasi dengan pengolah mocaf sebagai penjamin harga dan pembeli hasil panenan mereka.

“Kami menerapkan sistem bagi hasil. Pembayarannya ketika panen atau yarnen. Mereka layak untuk dibiayai,” ujarnya.

Menurut Ketua Umum Gabungan Koperasi Tepung Rakyat Indonesia (Gakoptri) Samsul Hadi, pengembangan tepung mocaf tidak hanya dilakukan di Trenggalek, dan Kediri (Jatim), tetapi juga di Cianjur, dan Sukabumi (Jabar), serta Pati, Grobogan, dan Magelang (Jateng). “Lampung juga memiliki industri mocaf,” katanya.

Malang, Tuban (Jatim), Limapuluh Kota (Sumbar), Wonogiri (Jateng), dan Garut (Jabar) merupakan daerah yang melakukan uji coba pengembangan industri mocaf, dan tinggal menunggu realisasinya.

Adapun Sumut, dan Sulsel menjadi provinsi yang dalam tahap rencana pengembangan industri ini. Permintaan yang cerah itulah yang telah menarik Bulog, serta dua perusahaan pangan PT Sriboga Raturaya, dan PT Nectar Agro Nusantara, menerjuni bisnis cassava ini.

Pemerintah menargetkan peningkatan produksi tepung mocaf menjadi 2 juta ton pada 2012, sekaligus menggantikan sekitar 30% kebutuhan terigu nasional. Muhammad Taufiq, Staf Ahli Menteri Negara Koperasi dan UKM Bidang Pengembangan Iklim Usaha dan Kemitraan, mengatakan kapasitas produksi tepung mocaf saat ini baru 360.000 ton.

Dengan penanaman massal sekitar 2 juta ha, pemerintah optimistis bisa mengurangi ketergantungan pada terigu impor. Saat ini lahan untuk budi daya singkong baru mencapai 600 ha.

Menurut Samsul, Gakoptri dan Kementerian Koperasi & UKM telah memfasilitasi pembentukan Forum Tepung Rakyat Indonesia untuk menunjang pengembangan tepung mocaf di beberapa provinsi, seperti Sumbar, Sumut, Kalbar, Sulsel, Jatim, Jateng, Jabar, dan Yogyakarta.

Forum ini beranggotakan petani singkong, industri tepung, industri makanan berbahan tepung, perguruan tinggi, hingga pejabat dinas terkait dengan pengembangan pangan. Tujuannya, memacu penggunaan tepung lokal. (fatkhul.maskur@bisnis.co.id)

Sumber : Bisnis Indonesia, Moh. Fatkhul Maskur